Moh. Hatta, Perjuangan Untuk Negeri: Dari Pergerakan Sampai Persahabatan, Pergerakan dari Sumatera sampai Eropa (Bagian 2)

“Molukken is het verleden , Java is het heden, en Sumatera is de toekomst” sebuah semboyan yang diucapkan seorang guru Bung Hatta kebangsaan Belanda rupanya terngiang dan menjadi ingatan dan menjadi buah kesadaran akan masalah kolonial. Dan seterusnya menjadi semangat pergerakan untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsanya.

“Maluku masa lalu, Jawa masa sekarang dan Sumatera masa depan” begitulah bunyi semboyan itu dalam bahasa Indonesia. Sebuah semboyan dengan semangat pengerukan kekayaan alam ala kolonial dari pulau satu ke pulau lainnya. Pada masa itu Maluku sudah lebih dulu dikeruk kekayaan alamnya tanpa memperhatikan penduduk pribuminya, hingga akhirnya Jawa dan pulau lainnya termasuk Sumatera yang disebutnya sebagai masa depan. Sumatera adalah masa depan bagi kapitalisme politik kolonial untuk menggali kekayaan alam, memeras keuntungan yang sebesar – sebarnya. Meski demikian, Sumatera masa depan ditafsirkan lain oleh Bung Hatta yang kala itu belum memahami benar politik kolonial tetapi sudah mulai merasakan. Dalam kalbunya Sumatera masa depan adalah jaman keemasan yang bergantung dari pemuda Sumatera. Sebuah afirmasi yang bukan hanya agitasi tetapi juga dinyatakan dengan pergerakan dalam bentuk pendidikan yang disatukan dalam Jong Sumatera Bond. Seruan bagi seluruh pemuda Sumatera untuk memperkuat tali persaudaran dan kesadaran untuk menjadi pemimpin dan pendidik bangsa, kala itu 9 Desember 1917. Itulah penafsiran lain Bung Hatta tentang Sumatera masa depan.

“anak – anak muda ini adalah harapan bangsa dan akan menjadi pemimpin rakyat pada masa datang. Dari mulai sekarang kita perlihatkan kepada mereka kewajiban meraka itu, kita bawa mereka berhubungan langsung dengan rakyat dan pemimpin – pemimpin rakyat”. Perkataan Engku Marah Sutan, sekretaris Sarikat Usaha itu memberikan dorongan bagi anggota JSB –Jong Sumatera Bond- khususnya Bung Hatta. Seorang tokoh Volksraad, Abdul Muis dengan pidatonya yang menanamkan kesadaran nasional juga menggugah Bung Hatta yang semakin menambah semangat dalam pergerakan untuk membangun kesadaran menjadi pemimpin dan pendidik bangsa.

Pada awal 1918-an Bung Hatta aktif di JSB cabang padang menjabat sebagai bendahara dan meletakan jabatannya di akhir tahun yang sama karena melanjutkan pendidikan ke PHS di Batavia -Jakarta. Ketika melanjutkan sekolah PHS di Jakarta Bung Hatta tetap saling bertemu dengan kawan sepergerakan di JSB Padang yaitu Bahder Djohan yang melanjutkan sekolah di STOVIA. Kebiasaan jalan sabtu sore dengan Bahder Djohan kawannya rupanya bukan hanya sekedar jalan – jalan biasa, tetapi sarat dengan diskusi – diskusi yang membahas masalah perkumpulan hingga munculnya ide untuk penyatuan semua jong yang ada di Hindia Belanda kala itu menjadi Jong Indie. Amir dan basuki dari Jong Java juga berpikiran sama.

Sekitar akhir tahun 1919 Bung Hatta menjadi pengurus besar JSB yang berbasis pusat di Batavia dengan menjabat sebagai sekretaris merangkap bendahara. Tentunya dibutuhkan kerja ekstra dalam berorganisasi dengan merangkap jabatan. Dengan didikan PHS Bung Hatta biasa melaksanakan organiasasi secara teratur.

Setelah lulus dari PHS Bung Hatta melanjutkan pendidikannya di HandelsHogeschool, Roterdam, Belanda. Meski di negeri orang yang tak lain adalah penguasa kolonial di tanah Indonesia, tapi hal itu tak menyurutkan dirinya untuk terus aktif dalam pergerakan. Beberapa tahun sebelumnya yaitu tahun 1908, pelajar – pelajar Indonesia di Belanda mendirikan Indische Vereeniging yang selanjutnya berganti nama menjadi Indonesia Vereeniging dan akhirnya menjadi Perhimpunan Indonesia. Bung Hatta bergabung dengan Indische Vereeniging ketika sampai di Belanda. Berjuang dengan pergerakan melalui perkumpulan untuk cita – citanya, Indonesia Merdeka.

Hubungan internasional rupanya telah lama dilakukan oleh Bung Hatta dan juga kawan – kawan pergerakan. Termasuk Darsono, Tan Malaka, dan Semaun. Meskipun Semaun dan Darsono lebih cenderung berhubungan dengan Moskowit. Bung Hatta beserta kawan – kawannya di Indonesia Vreenging terus berupaya mengenalkan Indonesia di Eropa dan cita- citanya untuk menjadi negara yang merdeka terbebas dari cengkraman kolonialisme. Bung Hatta bersama kawan – kawan Perhimpunan Indonesia banyak melakukan sepak terjang di Jerman, Perancis, dan negara Skandavia.

Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda selain menerbitkan majalah Indonesia Merdeka, juga aktif mengikuti forum – forum internasional untuk mempropagandakan Indonesia merdeka ke muka dunia .Pergerakan mempropagandakan Indonesia merdeka banyak dilakukan oleh Bung Hatta di negara – negara Eropa. Hal itu dilakukan untuk mengenalkan Indonesia serta memberikan pengetahun bagaimana keadaan Indonesia dalam kenyataanya sebagai daerah koloni dari Kerajaan Belanda. Salah satu caranya adalah ikut dalam forum internasional seperti Kongres Demokrasi di Bierville pada tahun 1926. Dalam kesempatan tersebut, Bung Hatta untuk kali pertama mengenalkan nama Indonesia di muka internasional.

Banyak macam cara ditempuh untuk mengenalkan Indonesia semasa perjuangan kemerdekaan. Salah satu cara para tokoh pergerakan kemerdekaan di Indonesia adalah dengan pengenalan penggunanaan nama Indonesia yang sebelumnya Indesneerlandaises–Hindia Belanda. Bung Hatta menjadi delegasi di kongres tingkat dunia untuk demokrasi yang diselenggarakan di Bierville, Perancis sebagai ketua Perhimpunan Indonesia. Dalam pidatonya Bung Hatta menggunakan Istilah Indonesia untuk menganti Indesneerlandaises. Dan setelah itu tidak ada lagi yang menggunakan nama Indesneerlandaises –Hindia Belanda- dalam kongres tersebut. Bung Hatta dengan kawan – kawannya di Perhimpunan Indonesia juga mengikuti Kongres Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial yang dilaksanakan di Brussel pada tahun 1927 yang tentu hal tersebut membuat jengkel Kerajaan Belanda yang berujung dengan penangkapan dan penahanan Bung Hatta pada tahun 1927 setelah menghadiri undangan Liga Internasional Wanita di Gland, Swiss dan memberikan pidato yang berjudul L’Indonesie et son Probleme de l’Independence –Indonesia dan Masalah Kemerdekannya.