Agustus, tanggal 21, 2025


Pagi ini saya bangun agak siang. Setelah subuh saya tarik selimut kembali. Pagi terasa dingin. Memulai pagi dengan menikmati singkong goreng yang disiapkan istri.

Kemarin saya berimajinasi, bagaimana jika saya ikut berkontribusi dalam percepatan pembangunan dan pemerataan asas keadilan. Saya berimajinasi ditunjuk oleh presiden untuk membantu beliau sebagai staf khusus yang langsung bertanggung jawab terhadap presiden. Tugasnya dibidang percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah timur Indonesia, pemerataan akses pendidikan dan kesehatan di sana.

Infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan masih menjadi PR besar untuk Indonesia. Saat ini hal tersebut menjadi hal langsung dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan. Akses dan pengelolaan pendidikan juga masih menjadi tugas rumah yang panjang. Isu kesejahteraan guru, bangunan sekolah dan biaya pendidikan seolah-olah menjadi tugas rumah yang tidak kunjung selesai. 

Kebijakan demi kebijakan dibuat. Dari pemerintahan ke pemerintahan selanjutnya. Upaya demi upaya dilakukan sebagai langkah bagaimana bisa mengatasi pekerjaan rumah yang menjadi masalah yang saya rasa berkelanjutan tersebut. 

Rasanya diperlukan kebijakan yang berkelanjutan untuk mengatasi masalah tersebut. Belum lagi mental korupsi yang berdampak besar terhadap penyerapan anggaran pendidikan. Langkah-langkah teknis di level bawah barangkali tidak, kurang, atau mungkin bahkan tidak efektif hingga akhirnya banyak sekali penyelewengan anggaran pendidikan. Termasuk belanja negara dibidang pendidikan yang hanya sekedar untuk penyerapan anggaran tanpa memerhatikan skala prioritas. Atau mungkin salah menentukan skala prioritas yang pada akhirnya hanya memunculkan ketimpangan dan kesenjangan di dunia pendidikan. 

Bagaimana imajinasi saya ketika menjadi staf khusus? Sepertinya juga perlu ada cerita khusus.