Indonesia (tidak) pernah benar-benar kehilangan Sipadan dan Ligitan
Sipadan dan Ligitan dianggap sebagai fenomena cukup memukul Indonesia sebagai negara yang berdaulat dalam mempertahakan kedua pulau tersebut . Hal ini menjadi salah satu bahan perbincangan di kelas dan diskusi kajian hubungan internasional dan hukum internasional. Sengketa Sipadan dan Ligitan dengan Malaysia masuk ke ranah ICJ.
Uraian resmi mengenai sumber – sumber hukum internasional ada pada pasal 38 dari statuta Mahkamah Internasional, yaitu badan pengadilan tetap PBB. Sumber-sumber yang diuraikan dalam statuta tersebut antara lain:
Sengketa Sipadan dan Ligitan muncul karena Indonesia dan Malaysia sama – sama tidak memasukannya dalam peta wilayahnya. Indonesi dan Malaysia sama-sama mengacu pada peta perbatasan sejak jaman penjajahan Belanda-Inggris. Peta tersebut merupakan hasil Konvensi 189, perjanjian 1915 dan perjanjian 1928.
Sengketa Sipadan dan Ligitan secara bersama – sama pihak Indonesia dan Malaysia membawanya ke International Court Justice, kemudian ICJ mengeluarkan keputusan tentang sengketa tersebut yang dimenangkan oleh Malaysia atas pulau Sipadan dan Ligitan. Kemenangan Malaysia oleh karena pertimbangan effectivity, yaitu pemerintah Inggris telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonasi perlindungan burung, pungutan pajak terhadap pengumpul telur penyu sejak 1930 dan operasi mercusuar sejak 1960 an.
Indonesia berpendapat bahwa Sipadan dan Ligitan tidak termasuk kedalam wilayah kesultanan Sulu dan mengklaim Sipadan dan Ligitan atas dasar perjanjian Inggris dan Belanda. Tetapi argumentasi Malaysia lebih kuat atas dasar effectivity occupation dan change of title atau rantai kepemilikan yang tidak lain dari Inggris.
Uraian resmi mengenai sumber – sumber hukum internasional ada pada pasal 38 dari statuta Mahkamah Internasional, yaitu badan pengadilan tetap PBB. Sumber-sumber yang diuraikan dalam statuta tersebut antara lain:
- Konvensi
- Aturan kebiasan internasional
- Prinsip – prinsip umum hukum internasional
- Berbagai sumber tambahan seperti keputusan pengadilan sebelumnya dan tulisan para ahli terkemuka
Sengketa Sipadan dan Ligitan muncul karena Indonesia dan Malaysia sama – sama tidak memasukannya dalam peta wilayahnya. Indonesi dan Malaysia sama-sama mengacu pada peta perbatasan sejak jaman penjajahan Belanda-Inggris. Peta tersebut merupakan hasil Konvensi 189, perjanjian 1915 dan perjanjian 1928.
Sengketa Sipadan dan Ligitan secara bersama – sama pihak Indonesia dan Malaysia membawanya ke International Court Justice, kemudian ICJ mengeluarkan keputusan tentang sengketa tersebut yang dimenangkan oleh Malaysia atas pulau Sipadan dan Ligitan. Kemenangan Malaysia oleh karena pertimbangan effectivity, yaitu pemerintah Inggris telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonasi perlindungan burung, pungutan pajak terhadap pengumpul telur penyu sejak 1930 dan operasi mercusuar sejak 1960 an.
Indonesia berpendapat bahwa Sipadan dan Ligitan tidak termasuk kedalam wilayah kesultanan Sulu dan mengklaim Sipadan dan Ligitan atas dasar perjanjian Inggris dan Belanda. Tetapi argumentasi Malaysia lebih kuat atas dasar effectivity occupation dan change of title atau rantai kepemilikan yang tidak lain dari Inggris.
Gabung dalam percakapan